Kamis, 06 September 2012

Hargai Aspirasi, Bukti Cinta Masyarakat

JOGJA - Lokasi pemasangan plang nama Jalan Malioboro kembali berubah. Sempat dipasang di sisi timur jalan sebelum pintu masuk Inna Garuda, Unit Pelaksana Teknis (UPT) Malioboro mengembalikan plang komposisi tipografi vernakuliner itu ke loksi awal. Plang berlatar hijau dan dilengkapi aksara Jawa itu dipasang lagi di ujung utara jalan ikon Kota Jogja tersebut. Plang ”pelangi” yang melambangkan program dan kawasan Wajah Baru Malioboro dicopot. Pengembalian plang lama itu menjawab kritik dan masukan masyarakat. Antara lain, pengamat komunikasi visual, desainer, pelaku seni, dan elemen lain. Mereka sempat mengkritik penggunaan titik plang nama Jalan Malioboro untuk plang kawasan Wajah Baru Malioboro. Atas pengembalian plang nama jalan yang dinilai memberikan kesan identitas Malioboro itu, Wali Kota Jogja Haryadi Suyuti menyatakan hal itu demi aspirasi masyarakat. Sebab, Malioboro adalah milik seluruh masyarakat Kota Jogja. Bahkan, wisatawan pun merasa memiliki jalan pertama dan utama di Kota Jogja tersebut. ”Ini bukti kecintaan dan perhatian masyarakat terhadap Malioboro. Itu penting untuk diperhatikan,” tandas Haryadi kemarin (5/9). Dia menambahkan, perhatian dan kecintaan masyarakat dengan kritik dan saran merupakan wujud dari rasa memiliki Kota Jogja. Khususnya, Malioboro yang merupakan ikon utama. Makanya, terang Haryadi, pemkot tak bisa mengesampingkan kritik dan saran yang dilontarkan masyarakat. Terlebih, aspirasi itu juga telah menjadi bahan pembicaraan masyarakat. ”Kami sejak awal memang tidak menutup masukan, saran, dan kritik masyarakat. Intinya, semua ini untuk kebaikan Malioboro di masa mendatang,” terang mantan pendamping Herry Zudianto saat menjabat wali kota ini. Plang yang selama ini dikritik masyarakat, lanjutnya, sebenarnya bukan plang nama jalan. Plang yang berkomposisi warga pelangi itu merupakan plang penunjuk kawasan. Ini agar wisatawan tahu bahwa Jalan Malioboro sejak tahun 1755 merupakan kawasan jalan-jalan. ”Ya seperti papan di area wisata itulah. Ada penunjuk yang memberitahukan kawasan itu,” sambungnya. Plang lama yang bertuliskan Jl Malioboro yang dilengkapi dengan aksara Jawa di bawahnya adalah plang jalan. Artinya, plang penunjuk jalan itu tetap harus terpasang. Itu sama seperti penunjuk jalan-jalan lain di Kota Jogja. ”Hanya tempatnya dipindah. Kemudian, karena letaknya tidak strategis, kami kembalikan ke

tempat semula. Plang baru (penanda kawasan Malionoro) karena masih rusak, kami perbaiki terlebih dahulu. Nanti dipasang lagi,” jelasnya. Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Malioboro Syarif Teguh menegaskan, kedua plang tersebut tetap akan dipasang. Keduanya akan menjadi ”papan nama” Malioboro sebagai kawasan dan jalan. Pencopotan plang nama Jl Malioboro dilakukan lebih karena persoalan teknis demi perbaikan. ”Sesuai rencana, kedua plang itu tetap dipasang. Plang lama merupakan plang penunjuk jalan. Jadi, konteksnya sama dengan plang penunjuk nama jalan lain,” terang Syarif. Penggantian plang nama Jalan Malioboro dengan nama kawasan Malioboro sempat mengundang kritik dari masyarakat. Mereka melihat pemasangan plang yang berkomposisi warna seperti pelangi itu terkesan menghilangkan ruh Jogja. Diskusi panjang di jejaring sosial itu sempat menarik mantan Wali Kota Herry Zudianto. HZ, panggilan akrabnya, lebih setuju dipasang plang nama penunjuk jalan daripada plang kawasan. Sekretaris Komisi D DPRD Kota Jogja Rifki Listianto menilai persoalan plang ini menunjukkan pemkot tak memiliki perencanaan matang terhadap Malioboro. ”Pemkot plin-plan karena tidak memiliki perencanaan yang jelas,” tandas ketua Fraksi PAN ini. (eri/amd)

0 komentar:

Posting Komentar

games mochiads

 
Design by Wordpress Themes | Bloggerized by Free Blogger Templates | Macys Printable Coupons